Surabaya 5 Mei 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Peredaran barang ilegal di pasar-pasar besar seperti Mangga Dua menjadi sorotan serius dalam dinamika perdagangan nasional. Data dari Amerika Serikat mencatat bahwa sekitar 37 persen dari total barang yang beredar di Indonesia adalah produk ilegal. Temuan ini membuka mata banyak pihak mengenai besarnya potensi kerugian ekonomi yang dialami negara, terutama dari sisi pendapatan pajak.
Dosen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Rumayya Batubara SE M Reg Dev Ph D, menegaskan bahwa peredaran barang ilegal berdampak langsung pada produsen resmi dan kas negara.
“Kalau barang itu ilegal, produsen asli jelas dirugikan karena produk mereka ditiru dan dijual dengan harga lebih murah. Di sisi lain, barang ilegal tidak membayar pajak, yang artinya negara kehilangan potensi pendapatan,” tegasnya.
Reputasi Terancam
Ia menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam notorious market list, sebuah daftar global yang memuat negara-negara dengan tingkat pelanggaran kekayaan intelektual yang tinggi. Hal itu, menurutnya, mencoreng citra Indonesia di mata dunia dan berpotensi menurunkan minat investor.
“Negara dengan reputasi buruk dalam perlindungan hak kekayaan intelektual akan sulit menarik investasi, apalagi di sektor teknologi dan kreatif,” jelasnya.
Rumayya juga mengungkapkan bahwa rendahnya tax ratio Indonesia, yang hanya berada di angka 9 sampai 10 persen dari PDB, jauh di bawah standar ideal negara berkembang yang seharusnya mencapai 20 sampai 30 persen.
“Potensi pajak yang hilang diperkirakan mencapai Rp944 triliun menurut Bank Dunia. Kalau itu bisa masuk ke kas negara, dampaknya luar biasa, bisa untuk membayar utang atau membangun infrastruktur,” tambahnya.
Solusi Inovatif
Ia menyarankan agar pendekatan terhadap masalah ini tidak hanya bersifat represif, melainkan juga edukatif.
“Jangan hanya menyasar pedagang kecil. Yang harus diawasi dan ditindak tegas adalah pelaku besar. Sementara pedagang kecil perlu diedukasi agar tahu mana barang legal dan ilegal,” ujarnya.
Lebih jauh, ia mendorong pemerintah untuk memberikan pendampingan kepada pelaku UMKM agar berani membuat produk orisinal dengan merek sendiri. Selain edukasi, teknologi juga disebutnya sebagai solusi strategis. “Dengan teknologi seperti artificial intelligence, sistem pengawasan bisa lebih efektif dan tepat sasaran tanpa mengganggu perdagangan yang sah,” tutup Rumayya (far)