Surabaya 17 Mei 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Premanisme berkedok organisasi masyarakat (ormas) kerap terjadi di tengah masyarakat. Namun, hal ini sejatinya bukan fenomena baru, melainkan telah ada bahkan tumbuh subur di masa orde baru (orba). Kala itu, ormas sengaja dibentuk guna kepentingan politik segelintir golongan.
Kini, ormas-ormas sejenis masih hidup, melanggengkan praktik premanisme hingga mengganggu stabilitas sosial. Mengenai fenomena ini, Dr Aribowo Drs MS, dosen Ilmu Politik Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan pandangannya. Menurutnya, banyak faktor yang menjadikan ormas yang kental dengan premanisme muncul.
Minimnya Lapangan Pekerjaan
Ormas kerap hadir di sektor-sektor informal, bahkan ilegal. Misalnya mereka sering ditemui meminta pungutan liar ke UMKM hingga perusahaan. “Jadi ini masyarakat tidak diberikan pekerjaan oleh negara, tetapi negara juga tidak mampu memberikan fasilitas dan tidak punya kreatifitas,” papar Ari.
Ia mencontohkan misalnya banyak pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar. Hal ini menyebabkan ketidakteraturan lalu lintas dan mengganggu estetika. Alhasil, mereka yang berada di kelas ekonomi bawah akan selalu dianggap mengotori oleh kelas ekonomi menengah ke atas.
Hal ini seharusnya menjadi perhatian negara. Pengelolaan sumber ekonomi sudah sepatutnya menggandeng masyarakat, sehingga menciptakan sirkulasi ekonomi yang merata. Peningkatan keterampilan dan pendidikan masyarakat serta peluang pekerjaan diperlukan agar masyarakat tidak lantas memasuki sektor pekerjaan yang melanggar hukum.
Menumpas Ormas ‘Nakal’
Dulu, santer dikenal penembakan misterius (petrus) untuk menumpas kelompok yang dinilai mengganggu keamanan. Namun, praktik tersebut praktis melanggar HAM untuk diterapkan kembali. Dalam hal ini, Ari mengungkapkan ia masih optimis negara dapat menumpas ormas-ormas nakal tanpa cara yang koersif seperti petrus.
“Negara itu punya kekuasaan, punya kekuatan, punya peralatan. Jadi mereka bisa lakukan apa saja kepada masyarakat, termasuk ormas itu,” ungkap Ari. Tetapi, di sisi lain, Ari menilai bahwa ormas juga tidak mudah untuk benar-benar dihilangkan sama sekali. Terutama jika ormas masih dekat dengan elite-elite politik yang notabene menjadi rahasia umum bahwa mereka ‘memelihara’ ormas nakal itu sendiri.
Dalam hal ini, masyarakat harus kritis terhadap kehadiran ormas. Tidak hanya kepada ormas, namun juga kepada negara yang secara tidak langsung ‘menyuburkan’ dengan bersikap tidak serius dalam menumpas ormas nakal. “Supaya masyarakat tidak memberi keleluasaan kepada ormas yang nyata-nyata melanggar hukum,” pungkas Ari.(naf)