Surabaya 15 Agustus 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Memasuki hari terakhir jadwal resmi perundingan Intergovernmental Negotiating Committee (INC-5.2) dalam proses penyusunan Perjanjian Global untuk Mengakhiri Pencemaran Plastik kembali mengalami penundaan. Pleno penutupan yang semula dijadwalkan kemarin, tertunda 16 jam.
Pada Kamis, pukul 23:30 waktu Jenewa, Ketua INC, Luis Vayas Valdivieso, membuka Pleno dan mengumumkan bahwa “pekerjaan masih berlanjut” dan menunda sidang pleno hingga Jumat (15/8/2025) tanpa kepastian waktu lalu menutup sidang. Sebagian besar delegasi terkejut mendengar pernyataan Ketua INC yang hanya berlangsung selama beberapa menit.
Selanjutnya, Ketua INC merilis Draft Teks terbaru pada 15 Agustus 2025 pukul 01.57 waktu Jenewa. Meskipun masih kurang kuat, draft text ini memuat beberapa kemajuan antara lain; mandat Resolusi UNEA 5/14 untuk mengatur seluruh siklus hidup plastik, kembalinya rujukan chemicals of concern pada Artikel 4, dan pengakuan terhadap hak-hak Masyarakat Adat di beberapa bagian. Lebih jauh, pasal terkait dampak pencemaran plastik di lingkungan pada Artikel 8 tidak bersifat mengikat, ada ketentuan pemungutan suara (voting) pada pertemuan para pihak (COP), serta mekanisme pembiayaan baru juga dimuat ke dalam draft text.
Namun, secara keseluruhan, teks terbaru ini masih jauh dari memadai untuk melindungi kesehatan manusia dan menghentikan pencemaran plastik karena tidak menekankan isu produksi plastik primer dan bahan kimia plastik. “Produksi plastik primer dan bahan kimia plastik saat ini sudah melebihi batas daya dukung planet kita, mempengaruhi kesehatan reproduksi perempuan dan laki-laki.
Draft terbaru ini masih belum cukup kuat untuk melindungi kesehatan publik, keberlanjutan lingkungan, dan masa depan umat manusia. Kami berharap para delegasi tidakmenerima begitu saja draft yang ada sekarang, dan tetap berkomitmen untuk mengurangi pencemaran plastik demi masa depan anak-anak dan generasi mendatang,” kata Senior Advisor Nexus3 Foundation, Yuyun Ismawati.
Masih tersisa 14 halaman dan 120 tanda kurung yang menandakan perbedaan pendapat antarnegara. Teks ini juga menunjukkan kelemahan mendasar seperti tidak adanya pasal khusus tentang pengurangan produksi plastik, tidak menyebut keterkaitan plastik dengan krisis iklim maupun prinsip pencemar membayar (polluter pays principle). “Pasal-pasal yang sudah dinegosiasikan selama seminggu terakhir, dari pagi sampai larut malam, dalam empat Contact Groups, semuanya masih belum diakomodasi dalam draft teks terbaru.
Para delegasi hanya punya kesempatan satu hari atau kurang dari 24 jam untuk menyepakati banyak hal,” kata Co-Coordinator AZWI Nindhita Proboretno. “Tetapi kami menyambut baik draft ini karena beberapa pasal yang terkait dengan solusi semu, seperti pemanfaatan plastik untuk energi, tidak terlihat lagi,” tambahnya.
Selama pertemuan tingkat menteri (Ministerial Meeting) tiga hari di Jenewa, para menteri berkesempatan mengunjungi fasilitas guna ulang. Namun sayangnya, draft terbaru ini tetap tidak memuat aturan atau sistem yang jelas untuk membantu dan mendorong masyarakat beralih dari plastik ke pilihan yang lebih ramah lingkungan, seperti produk guna ulang atau isi ulang.
“Kami belum melihat perkembangan signifikan pada pasal yang mengatur reuse/refill sebagai sistem tersendiri yang mengikat. Praktik guna ulang, yang telah berkembang pesat di berbagai negara, bukan hanya membantu mengurangi kemasan plastik, tetapi juga menciptakan lingkungan lebih sehat, lapangan kerja baru, dan nilai ekonomi bagi negara. Karena krisis plastik global tidak bisa lagi ditunda penanganannya, kami mendesak agar treaty ini segera disepakati dengan mengenali dan mendukung perkembangannya elemen,” kata Deputy Director Dietplastik Indonesia, Rahyang Nusantara.
Banyak pasal yang berpotensi tidak mengikat tergantung pada pilihan kata “shall” atau “should”, disertai berbagai klausul pengecualian seperti “as appropriate” atau “taking into account national capacities”. Pada bagian lampiran, terdapat ketentuan yang justru membatasi kemungkinan penguatan instrumen di masa depan (Pasal 23.3a), serta tidak ada ketentuan mengenai negara non-pihak.
Bagi Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI), penundaan ini mencerminkan kebuntuan dalam negosiasi akibat lemahnya kepemimpinan Chair dan kurangnya komitmen sejumlah negara untuk menyepakati langkah-langkah ambisius. Hingga saat ini, negosiasi belum dilanjutkan dan akan diperpanjang 1-2 hari.
AZWI mendesak negara-negara untuk menunjukkan kepemimpinan nyata dengan memperjuangkan pengurangan produksi plastik secara global, melindungi kesehatan publik dari bahan kimia beracun, serta memastikan perjanjian ini memprioritaskan pencegahan pencemaran, bukan sekadar daur ulang. Tanpa langkah-langkah ambisius tersebut, perjanjian ini akan gagal menjawab akar krisis plastik dan hanya memperpanjang dampaknya bagi generasi mendatang. (her)