Surabaya 5 Nopember 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Hak cipta industri musik Indonesia terus berkembang seiring dengan perubahan teknologi dan regulasi. Sebagai upaya memberi wawasan mendalam mengenai topik ini, BEM Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar talkshow hak cipta bertajuk “Kedudukan Blanket License dan Direct License dalam UU Hak Cipta” pada Senin (3/11/2025).
Acara ini dihadiri oleh berbagai pembicara ahli di bidang hukum dan industri musik, seperti Ahmad Dhani Prasetyo (anggota DPR RI Komisi X sekaligus pemimpin grup musik Dewa19), Prof Dr Mas Rahmah SH MH LLM (Guru Besar Hak Kekayaan Intelektual), hingga Candra Darusman (musikus Indonesia).
Sebagai pembuka, Knya Lifie Rasendriya selaku Presiden BEM FH UNAIR mengungkap urgensi dari talkshow hak cipta. “Talkshow ini hadir sebagai wadah diskusi strategis untuk mengupas tuntas dan memperjelas dua mekanisme lisensi penting yang berdasarkan undang-undang hak cipta, langsung dari para pakar dan praktisi yang berkompeten di bidangnya,” ungkap Knya.
Kebijakan Performing RIghts Direct License di Industri Musik
Mengawali sesi talkshow, Ahmad Dhani memberikan pemaparan mengenai hak cipta komposer terhadap karya musik yang dipertunjukkan secara langsung. Dhani menjelaskan bahwa hak cipta tidak hanya berlaku untuk karya yang direkam atau dipublikasikan di platform digital, tetapi juga dalam pertunjukan langsung, seperti konser musik.
“Saya ingin menekankan bahwa performing rights konser harus menjadi fokus. Jangan hanya royalti yang ada di digital streaming platforms atau CD, tapi juga di konser musik. Saya sendiri telah melakukan direct licensing untuk pembayaran langsung dari penyanyi kepada pencipta lagu di konser-konser mereka,” ucap Dhani.
Membahas mengenai hak cipta, Candra mengungkap peran Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang membantu memfasilitasi distribusi royalti untuk musisi terutama ketika harus berurusan dengan banyak platform yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Mengingat banyaknya pihak yang terlibat, seperti 700 radio dan ribuan restoran serta konser di seluruh Indonesia, LMK dibangun untuk memfasilitasi distribusi royalti, sehingga kami tidak perlu mengurus satu per satu penggunaan karya di ribuan panggung atau platform,” ujar Candra
Lebih lanjut, Dhani memberikan pandangan mengenai audit LMK yang menunjukkan adanya celah dalam pengelolaan royalti. Musisi Dewa19 itu menyarankan perlunya digitalisasi LMK untuk menghindari potensi kecurangan dan kesalahan dalam pendistribusian royalti.
“Seharusnya sejak 2014, semua layanan sudah berbasis aplikasi digital. Saya terus memantau Undang-Undang terkait Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) karena tanpa berbasis IT, banyak celah untuk kecurangan. Terbukti, setelah diaudit, royalti untuk komposer dipotong sebelum diteruskan” ungkap Dhani.
Perspektif Guru Besar FH UNAIR Mengenai Hak Cipta Dalam sesi talkshow, turut hadir Prof Dr Mas Rahmah yang menjelaskan pentingnya hak cipta sebagai bagian dari perlindungan kekayaan intelektual. Menurutnya, hak cipta merupakan hak eksklusif yan diberikan kepada pencipta karya, yang memungkinkan mereka untuk mengontrol penggunaan karya mereka.
“LMK seharusnya tidak hanya menjadi pihak yang mengambil hak pencipta. Pengelolaan royalti harus dilakukan dengan transparansi dan profesionalisme. Untuk itu, penting ada skema opt-out, di mana anggota LMK bisa memilih lagu-lagu tertentu yang tidak termasuk dalam pengelolaan collective license,” ujar Prof. Dr. Mas Rahmah. (far)
