More
    BerandaPendidikanKembali Raih Penghargaan UWRF, dr Intan Buktikan Kedokteran dan Sastra Bisa Berjalan...

    Kembali Raih Penghargaan UWRF, dr Intan Buktikan Kedokteran dan Sastra Bisa Berjalan Beriringan

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 6 Nopember 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Dokter lulusan Universitas Airlangga (UNAIR) buktikan bahwa profesi tidak menjadi penghalang dalam berkarya di bidang lain. Pernah terpilih dalam Emerging Writer pada Ubud Writers & Readers Festival pada 2021, Intan Andaru dr MKed Klin kembali tunjukkan prestasi melalui karyanya yang terpilih di ajang yang sama pada tahun ini.

    Ubud Writers and Readers Festival merupakan salah satu festival sastra berskala internasional yang digelar di Ubud, Bali. Bukan hanya sekadar karya yang bersifat entertainment, karya-karya yang dikurasi antara lain mengangkat isu sosial dan tema-tema khusus. Pada ajang tersebut, dr Intan berkesempatan menerbitkan novel berjudul Bia dan Kapak Batu.

    Dalam perjalanannya, karya yang terbit pada ajang bergengsi tersebut membutuhkan proses panjang. Riset ia lakukan pada tahun 2018, tetapi penerbitannya tertunda karena dr Intan fokus melanjutkan studinya pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Urologi Fakultas Kedokteran (FK) UNAIR.

    Berkarya Riset Mendalam

    Berlatar belakang dari adanya wabah campak dan gizi buruk di Asmat, Papua Selatan, Ia tergerak untuk menelusuri penyebabnya. Ia berupaya dengan mencari cara untuk bisa ke sana. “Saya lolos seleksi Penerima Hibah Perempuan Pelaku Kebudayaan di Bidang Sastra Cipta Media Ekspresi untuk riset menulis di Asmat,” ujarnya.

    Setelah tiga bulan, dr Intan merasa belum puas dalam perjalanannya. “Setelah tiga bulan, saya kembali ke Surabaya, tapi merasa banyak hal yang belum selesai dan belum saya ketahui. Akhirnya, saya kembali ke Asmat kerja sebagai dokter PTT di RSUD Agats selama satu tahun pada 2019,” imbuhnya.

    Sekali dayung, dua pulau terlampaui. Peribahasa itu nampaknya cocok untuk menggambarkan perjalanan dr Intan. Merasa dapat berbuat lebih di Asmat dari sekadar menulis, ia mengajukan izin ke dinas kesehatan dan paroki untuk menjadi dokter relawan di Distrik Sawa Erma.

    Angkat Isu Sosial Asmat

    Lebih lanjut, ia membeberkan bahwa novel tersebut menceritakan kehidupan masyarakat Asmat yang mengalami pergeseran kebudayaan. Masyarakat mengalami gegar budaya akibat hadirnya para pendatang. Gegar budaya menimbulkan masalah yang sedemikian kompleks, seperti prostitusi, penyakit menular, kekerasan, imperialisme baru, diskriminasi, gastro kolonialisme, hingga masalah kesehatan yang tak kunjung selesai seperti busung lapar.

    “Tidak mudah mengurainya satu persatu. Dan lewat novel ini, saya ingin mengatakan bahwa Asmat tidak baik-baik saja, dan pembangunan yang digaungkan oleh pemerintah bisa jadi bukanlah sebuah solusi,” jelasnya.

    Baginya, menjadi dokter sekaligus penulis bukanlah hal yang berseberangan. Mengangkat isu-isu kemanusian dalam tulisan masih berkesinambungan dengan profesinya sebagai dokter. “Profesi apapun, memiliki kemampuan menulis itu sangat penting, baik menulis buku, artikel, esai, jurnal, tulisan dalam bentuk apapun. Manusia hanya hidup sementara. Namun, dengan menulis, mereka bisa abadi,” tutupnya. (far)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru