Surabaya 16 Juli 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Pengangkatan Rayyan Arkan Dhika, bocah penari Pacu Jalur asal Riau, sebagai Duta Wisata Provinsi Riau memicu respons beragam dari publik. Menanggapi hal tersebut, Prof Dr Bambang Suharto S ST M M Par, Guru Besar Bidang Ilmu Industri Pariwisata dan Perhotelan Universitas Airlangga (UNAIR) saat ditemui pada hari Selasa (15/7/2025), menegaskan bahwa pengangkatan duta wisata seharusnya melalui proses objektif dan bukan hanya karena popularitas sesaat.
“Tradisi seperti Pacu Jalur ini luar biasa. Ini momen penting untuk mengangkat kearifan lokal dari Sabang sampai Merauke. Tapi yang kita butuhkan bukan hanya viralitas, melainkan proses yang melibatkan pembekalan, pemahaman budaya, serta kemampuan komunikasi,” ujar Prof Bambang.
Menurutnya, viralitas bisa menjadi pemicu, tetapi tidak bisa menjadi satu-satunya alasan seseorang ditetapkan sebagai duta. Apalagi, tugas duta bukan sekadar tampil, tetapi juga mempromosikan dan mengembangkan produk pariwisata daerah.
Bukan Instan, Tapi Proses Berkelanjutan
Lebih lanjut, Prof Bambang menekankan pentingnya sistem kaderisasi dan kelembagaan duta wisata secara berjenjang. “Saya dorong pemerintah daerah agar tidak berhenti pada sosok Dhika saja. Tetapi menciptakan ekosistem yang melahirkan duta-duta tematik lain di bidang seni, budaya, kuliner, hingga sportourism,” jelasnya.
Ia menyarankan agar pengangkatan duta dilakukan melalui proses yang transparan dan akuntabel, disertai pelatihan dari para ahli. “Duta itu perlu dibekali. Seperti dulu saya pernah jadi juri Putri Pariwisata Indonesia, ada pembekalan dari Rhenald Kasali dan pakar lainnya. Itu modal dasar agar duta bisa mempromosikan daerahnya secara tepat,” tambahnya.
Terkait usia, Prof Bambang mengusulkan adanya klasifikasi usia dalam sistem duta wisata. “Boleh saja ada duta usia dini, asal fungsinya jelas. Misalnya untuk wisata keluarga atau segmen anak-anak. Tapi tetap harus ada prosesnya agar tidak hanya jadi simbol viral sesaat,” tegasnya.
Promotor Budaya, Bukan Simbol Semata
Dengan pendekatan ini, ia berharap muncul lebih banyak figur seperti Dhika dari berbagai daerah. “Kalau ini dikelola secara serius, saya yakin dunia akan terperangah melihat budaya kita. Tak hanya Pacu Jalur, tapi juga ragam budaya dari Papua, Aceh, hingga Labuan Bajo. Indonesia bisa viral karena identitasnya sendiri,” pungkas Prof Bambang.
Ia juga menyoroti pentingnya pembekalan substansial bagi para duta agar mereka mampu mengembangkan dan mempromosikan daerahnya secara mendalam. “Jangan sampai duta hanya jadi perpanjangan tangan figur yang memilihnya. Duta adalah milik daerah, bukan milik personal,” tandasnya.
Pada akhir, Prof Bambang kembali menegaskan, duta yang kuat adalah mereka yang memiliki positioning pasar. Selain itu, duta juga seharusnya mampu mengemas pesan budaya, dan memahami peran mereka dalam ekosistem promosi pariwisata lokal dan nasional. (far)