More
    BerandaPendidikanDosen Gizi FIKKIA UNAIR Soroti Krisis Gizi pada Anak di Gaza

    Dosen Gizi FIKKIA UNAIR Soroti Krisis Gizi pada Anak di Gaza

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 02 Juli 2025 | Draft Rakyat Newsroom Krisis gizi yang melanda anak-anak di Gaza akibat konflik bersenjata yang tak kunjung usai menjadi sorotan akademisi Universitas Airlangga (UNAIR). Septa Indra Puspikawati SKM MPH dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Departemen Gizi di Fakultas Ilmu Kesehatan, Kedokteran, dan Ilmu Alam (FIKKIA) UNAIR, menegaskan bahwa situasi ini bukan sekadar tragedi kemanusiaan, tetapi juga bentuk nyata kegagalan dunia dalam melindungi hak-hak dasar anak.

    “Ketika satu anak di Gaza kelaparan, dunia tidak hanya sedang gagal memberi makan, tetapi juga gagal menjadi manusia,” tegas Septa.

    Ia menjelaskan bahwa dampak kekurangan gizi akut tidak hanya membahayakan nyawa anak-anak dalam jangka pendek, tetapi juga berakibat permanen. Risiko seperti infeksi, kelelahan kronis, serta keterlambatan pertumbuhan menjadi ancaman nyata. Dalam jangka panjang, anak-anak berisiko mengalami kerusakan otak, gangguan perkembangan mental, hingga stunting yang menghambat kualitas hidup sepanjang hayat.

    “Kita sedang menyaksikan lahirnya generasi yang kehilangan masa depan bukan karena kesalahan mereka, tetapi karena dunia gagal melindungi mereka,” lanjutnya.

    Ketika Gizi Menjadi Korban Perang

    Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa konflik berkepanjangan telah memutus banyak sistem penunjang kehidupan anak-anak di Gaza. “Banyak ibu tidak bisa memberikan ASI eksklusif karena tekanan mental dan kurangnya asupan makanan. Bahkan ketika makanan tersedia, kandungan gizinya sering kali tidak mencukupi kebutuhan dasar anak,” ujarnya.

    Situasi ini, menurut Septa, mencerminkan kegagalan kolektif dalam mencapai komitmen global yang tertuang dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya pada SDG 2: Zero Hunger. Di mana Gaza menjadi potret nyata bahwa dunia belum berhasil menghapus kelaparan; SDG 3: Good Health and Well-being, karena kesehatan anak-anak Gaza terus tergerus oleh situasi yang tidak manusiawi dan SDG 16: Peace, Justice, and Strong Institutions, sebab tanpa perdamaian dan keadilan, mustahil menciptakan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak.

    Sebagai negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan mendukung SDGs, Indonesia diharapkan tidak mengambil sikap diam. Septa mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bertindak nyata mulai dari menyebarkan informasi yang benar, berdonasi melalui lembaga terpercaya, hingga mendorong kampus dan komunitas untuk aktif dalam aksi solidaritas dan advokasi kemanusiaan.

    “Netralitas dalam konteks kemanusiaan adalah bentuk lain dari keheningan yang membiarkan kekejaman terus terjadi. Gizi bukan hanya tentang makanan, tetapi tentang keadilan, hak hidup, dan martabat manusia,” jelasnya.

    Ia mengatakan bahwa saat anak-anak Gaza kehilangan segalanya, dunia tidak boleh berpaling. “Sejarah akan mencatat, apakah kita memilih diam atau berdiri bersama mereka,” serunya. (far)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru