More
    BerandaPendidikanDosen UNAIR Nilai Kebijakan Pembatasan Jam Malam Anak di Surabaya sebagai Langkah...

    Dosen UNAIR Nilai Kebijakan Pembatasan Jam Malam Anak di Surabaya sebagai Langkah Positif

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 01 Juli 2025 | Draft Rakyat Newsroom Baru-baru ini, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menerapkan kebijakan mengenai pembatasan jam malam bagi anak di bawah usia 18 tahun di Kota Surabaya. Pemberlakuan jam malam bagi anak di luar rumah ini dimulai pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB. Dalam keterangan Eri pada Sabtu (21/6/2025), Eri menyebut bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk menghindarkan anak dari berbagai risiko. Risiko yang ia maksud antara lain kenakalan remaja, pergaulan bebas, minum minuman keras, narkotika, dan segala bentuk kekerasan pada anak.

    Dosen Departemen Administrasi Publik Universitas Airlangga (UNAIR), Parlaungan Iffah Nasution S IAN MPA menilai kebijakan ini sebagai langkah positif. Hal ini lantaran kebijakan publik ini berbasis gerakan dan melibatkan partisipasi aktif masyarakat akar rumput. “Saya melihat ini sebagai satu kebijakan publik yang berbasis pada gerakan yang sifatnya bottom-up. Jadi bagaimana mekanismenya itu justru bukan diatur detail secara top-down, tetapi menuntut partisipasi aktif masyarakat,” ungkap dosen yang akrab dengan sapaan Ucok itu.

    Pencegahan Kenakalan Remaja

    Ucok memandang kenakalan remaja sebagai permasalahan yang kompleks sehingga perlu penyelesaian yang melibatkan banyak aktor. Selain itu, kenakalan remaja bukan permasalahan yang dapat terselesaikan dalam satu waktu serta membutuhkan perencanaan jangka panjang. Oleh karena itu, menurut Ucok, kebijakan pembatasan jam malam ini perlu disertai dengan program lain dalam rangka membina remaja.

    Lebih lanjut, Ucok menyebut bahwa pemahaman mengenai kebijakan ini perlu difokuskan pada pembinaan, bukan pada pembatasan. “Jam malam ini jangan kemudian dilihat secara bias pada jamnya, tetapi fokus pada pembinaannya. Fokus pada perubahan pola budaya dan pola hidup bermasyarakat. Jadi bagaimana orang tua punya perhatian penuh dan kita sebagai publik punya kesadaran untuk mengingatkan anak dan remaja di lingkungan sekitar,” jelasnya.

    Implementasi Kebijakan

    Pembatasan jam malam untuk anak di bawah usia 18 tahun merupakan kebijakan yang berbasis gerakan. Artinya, mekanisme implementasinya akan dikontrol oleh warga lokal sehingga melibatkan pemegang jabatan seperti ketua RT dan ketua RW. Melihat hal ini, Ucok menyoroti tantangan untuk mengkomunikasikan kebijakan pada masyarakat akar rumput.

    “Salah satu tantangannya adalah bagaimana kebijakan ini dikomunikasikan ke akar rumput. Jangan sampai di akar rumput itu tahu mekanismenya, tapi tidak tahu substansinya. Substansi yang dimaksud kepala daerah kan bukan untuk mengatur jam malamnya, tapi bagaimana orang tua punya pengawasan penuh terhadap aktivitas anak di malam hari,” ungkap Ucok.

    Menurut Ucok, kebijakan ini dapat dikomunikasikan dengan cara konvensional hingga digital. Perlu adanya pelaksanaan sosialisasi formal yang tidak hanya mengundang ketua RT dan RW, tetapi juga komunitas lokal seperti karang taruna dan pengurus masjid. Di sisi lain, kampanye lewat media sosial juga dapat dilakukan untuk membangun kesadaran publik. (naf)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru