Surabaya 18 Juni 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Fakultas Hukum (FH) Universitas Airlangga (UNAIR) menggelar kegiatan Honorary Lecture yang membahas Kemandirian Peradilan dalam Negara Demokrasi: Menyeimbangkan Hukum, Politik, dan Etika Publik. Acara ini berlangsung di Aula lantai 12 Gedung A G Pringgodigdo Kampus Dharmawangsa-B pada Selasa (17/6/2025).
Dalam kesempatan ini, hadir Guru Besar Kehormatan FH UNAIR sekaligus Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof (HCUA) Dr Sunarto SH MH, dan Prof G Dineke de Groot selaku Presiden Hoge Raad der Nederlanden (Mahkamah Agung Belanda) sekaligus Guru Besar Vrije Universiteit Amsterdam.
Strategi Mahkamah Agung Indonesia
Dalam acara ini, Prof Sunarto menjelaskan mengenai strategi yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dalam rangka penguatan kemandirian peradilan. Sebagai strategi pertama, MA mengambil langkah konkret yaitu penguatan integritas kapasitas dan profesionalitas hakim dengan menyeimbangkan pengawas eksternal dan internal. “Eksternal di sini yaitu Komisi Yudisial dan internal itu Badan pengawasan MA,” jelasnya.
Prof Sunarto melanjutkan pada strategi yang kedua adalah Modernisasi sistem manajemen peradilan. Untuk mendukung modernisasi sistem manajemen peradilan berbasis elektronik, diperlukan juga anggaran untuk memfasilitasi sarana dan prasarana baik software maupun hardware. “Yang patut dibanggakan adalah, itu semua telah dilakukan oleh putra-putri MA sendiri,” papar Prof Sunarto.

Strategi ketiga yakni mengusahakan kemandirian anggaran. Dan strategi keempat adalah perlunya MA untuk berkolaborasi dengan lembaga pengawas sipil. “MA senantiasa membuka diri untuk bekerja sama dalam kebaikan. Apalagi kerjasama dalam menguatkan integritas dan kepercayaan publik pada lembaga,” tuturnya. Prof Sunarto menjelaskan, saat ini MA telah bekerja sama dengan PPATK, KY, KPK, dan berbagai LSM untuk penguatan integritas.
Keseimbangan dalam Kekuasaan Hakim
Kemandirian kekuasaan kehakiman merupakan pilar utama dalam negara demokrasi yang menjunjung tinggi supremasi hukum. Prof Dineke de Groot menekankan pentingnya keseimbangan antara hukum, politik, dan etika publik dalam membangun kekuasaan kehakiman yang sah, sahih, dan efektif.
Lebih lanjut, Prof Dinekke membedah secara komprehensif peran kekuasaan kehakiman dalam sistem demokrasi modern berbasis rule of law. “Menyerang institusi peradilan bukan hanya melemahkan para hakim, tetapi juga meruntuhkan fondasi demokrasi itu sendiri,” ujarnya, mengutip pernyataan Christophe Soulard, Presiden Mahkamah Kasasi Prancis dalam wawancaranya bersama Le Monde.
Prof Dineke menjelaskan bahwa negara demokrasi berbasis hukum ditandai dengan penyebaran kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Nilai-nilai seperti kepastian hukum, transparansi, kebebasan pers, dan perlindungan hak-hak dasar. Termasuk kelompok minoritas, menjadi landasan penting berjalannya sistem tersebut.
Etika Publik dan Integritas Hakim
Prof Dineke juga menekankan bahwa kemandirian kehakiman tidak hanya berarti bebas dari intervensi kekuasaan politik. Tetapi juga mencakup integritas pribadi hakim, profesionalisme, serta budaya kelembagaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika publik.
“Seorang hakim yang independen tidak hanya harus bebas dari pengaruh eksternal. Tetapi juga dari hubungan yang tidak patut dengan kolega sesama hakim, serta harus mempromosikan standar etika yang tinggi demi memperkuat kepercayaan publik terhadap institusi peradilan,” ungkapnya dengan merujuk pada Prinsip Bangalore tentang Etika Perilaku Kehakiman yang diadopsi oleh PBB.
Prof Dineke juga menyinggung tantangan yang muncul dari ekspresi publik oleh hakim di luar ruang sidang. Meskipun kebebasan berpendapat dijamin, ia menegaskan bahwa setiap ekspresi publik dari seorang hakim harus mempertimbangkan dampaknya terhadap kewibawaan dan imparsialitas peradilan.
“Dalam prinsipnya, hakim bebas mengungkapkan pendapat mengenai isu sosial. Namun, kebebasan tersebut tidak tanpa batas. Hakim tetap harus menjaga persepsi publik terhadap netralitas dan otoritas lembaga peradilan,” jelasnya.
Dengan paparan mendalam tersebut, Prof Dineke menyampaikan pesan kuat bahwa kekuasaan kehakiman yang independen hanya dapat terwujud apabila didukung oleh tatanan hukum yang jelas, praktik kelembagaan yang sehat, serta budaya profesional yang menjunjung tinggi integritas dan akuntabilitas. (naf)