More
    BerandaUncategorizedGuru Besar Hukum UNAIR Nilai SE Gubernur Jatim Soal Usia Bukan Suatu...

    Guru Besar Hukum UNAIR Nilai SE Gubernur Jatim Soal Usia Bukan Suatu Urgensi

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 9 Mei 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 560/2599/012/2025 pada 2 Mei 2025. Di dalam SE tersebut tertuang salah satunya larangan pemberian batas usia kerja yang tidak relevan. Hal ini bermaksud untuk mengurangi praktik diskriminasi usia dalam mendapatkan pekerjaan.

    Dalam hal ini, Prof Dr M Hadi Subhan SH MH CN, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga (UNAIR) memberikan komentarnya.“Kalau saya pikir, soal usia itu bukan diskriminasi. Jadi, seharusnya tidak perlu diatur sama surat edaran gubernur. Karena di putusan MK juga sudah diputuskan bahwa pembatasan usia minimal maupun maksimal bukan diskriminasi,” paparnya.

    Ia juga menambahkan soal hal lain yang ada di dalam SE, misalnya tentang penahanan ijazah. Di dalam undang-undang tidak terdapat ketentuan mengenai hal tersebut, namun peraturan daerah sudah mengatur. Maka dari itu, SE dalam konteks penahanan ijazah dapat berfungsi untuk ‘menguatkan’.

    Kekuatan Hukum Surat Edaran

    Pada dasarnya, surat edaran gubernur termasuk ke dalam peraturan kebijakan. Dalam segi kedudukan, peraturan kebijakan lebih rendah daripada peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, tidak ada sanksi pidana jika terdapat perusahaan yang melanggar SE ini.

    “Paling banter itu sanksi administratif. Kalau misalnya ini terkait perusahaan bisa saja nanti perusahaan itu dikenakan sanksi administrasi. Misalnya ada izin tertentu yang dicabut, lalu misalnya ada pelayanan publik yang dihentikan, dan seterusnya. Kalau untuk sanksi pidana nggak ada,” papar Prof Hadi.

    Batas Usia Bukan Diskriminasi

    Alih-alih sebagai diskriminasi, Prof Hadi justru menilai bahwa pemberian syarat usia pada pelamar kerja sebagai bentuk penyesuaian pada kebutuhan suatu perusahaan. “Karena orang yang usianya 35 itu juga dulu pernah berusia di bawah 35. Beda dengan misalnya pelamar hanya boleh dari suku Jawa, yang bukan suku Jawa kan jelas ngga bisa karena tidak akan pernah menjadi suku Jawa,” jelasnya.

    “Terkait diskriminasi, pada Undang-Undang Ketenagakerjaan telah dijelaskan, tepatnya pada pasal 5. Apa yang mencakup diskriminasi adalah soal jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik,” ucapnya. Sehingga, menurut Prof Hadi, soal batas usia ini bukan merupakan sesuatu yang mendesak. Baginya, dalam mengatasi gap usia, pemerintah dapat mendorong peningkatan kompetensi pelamar kerja. Misalnya dengan penyediaan balai pelatihan kerja gratis. Di sisi lain, pemerintah juga perlu memaksimalkan pengawas ketenagakerjaan sebagai bentuk perlindungan bagi para pekerja. (far)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru