Surabaya 24 April 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Semangat dan perjuangan tak mengenal jarak. Hal inilah yang ditunjukkan oleh Ines Kustanti, atau akrab disapa Iin, siswi SMAS YPPK Tiga Raja Timika, Papua. Iin merupakan salah seorang peserta Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 2025 yang memilih Universitas Airlangga (UNAIR) sebagai tempat pelaksanaan ujian sekaligus kampus impiannya.
Berasal dari Timika, Iin harus menempuh perjalanan udara jauh menuju Surabaya untuk mengikuti UTBK. Ia datang didampingi oleh wali pendamping yang kini tinggal di Solo, demi mewujudkan mimpinya menempuh pendidikan tinggi di UNAIR.
“Saya lahir di Palembang, tapi besar di Timika. Saya memilih ikut UTBK di UNAIR karena kualitas pendidikannya sangat bagus dan fasilitasnya lengkap. UNAIR juga kampus top dunia,” ujarnya.
Iin memilih dua program studi di UNAIR yakni D4 Teknologi Radiologi Pencitraan dan D3 Keperawatan. Ia menjelaskan alasannya memilih jurusan tersebut karena ingin kembali ke Timika dan mengabdi di daerah asalnya, yang menurutnya masih sangat membutuhkan tenaga profesional di bidang radiologi.
“Saingannya juga tidak terlalu banyak di sana. Saya ingin setelah lulus bisa bekerja dan berkontribusi di Timika,” tambahnya.
Belajar Mandiri dan Perjuangan dari Tanah Papua
Untuk mempersiapkan UTBK, Iin belajar mandiri sejak Maret 2025. Ia mengandalkan berbagai sumber belajar mulai dari buku rangkuman soal, konten edukatif di Instagram, WhatsApp, Google, hingga menonton video latihan soal di YouTube.
“Karena di sekolah tidak terlalu banyak persiapan, jadi saya belajar sendiri setiap hari,” katanya.
Dukungan Keluarga di Tengah Keterbatasan
Paman yang mendampingi Iin ke Surabaya, turut menceritakan perjuangan Iin dalam menempuh pendidikan. Jarak rumah ke sekolah sekitar satu jam, dan setiap hari Iin harus berebut angkutan umum untuk bisa sampai ke sekolahnya di Pusat Kota Timika.
“Di sana tidak ada bimbingan belajar. Saya sampai belikan buku dari Jawa dan kirimkan ke Papua agar dia bisa belajar. Sekolahnya bahkan tidak mendaftarkan siswa untuk SNBP. Jadi anak-anak harus berjuang sendiri kalau mau kuliah,” jelasnya.
Ia juga menyoroti keterbatasan akses informasi dan infrastruktur pendidikan disana. “Internet dan listrik sering mati. Setelah pulang sekolah, anak-anak biasanya berjualan di bandara. Tidak banyak yang berpikir lanjut kuliah. Kalau bukan anak asli Papua yang dapat beasiswa, ya harus usaha sendiri,” katanya.
Harapan Besar pada UNAIR
Di akhir, Iin menyampaikan harapannya agar bisa lolos UTBK dan menjadi bagian dari UNAIR, terutama di jurusan impiannya. “Saya berharap nilai UTBK saya bagus, dan diterima di UNAIR, serta ikut tinggal di asrama. Itu akan jadi langkah besar bagi saya,” tutup Iin dengan penuh harap. (far)