Surabaya 6 Nopember 2025 | Draft Rakyat Newsroom –Visi bersama tentang komunitas pembelajar ASEAN yang inklusif dan saling terhubung menjadi sorotan utama dalam QS Higher Ed Summit: Asia Pacific 2025 yang digelar di Seoul, Korea Selatan, 4 – 6 November 2025. Bahasan tersebut dikemukakan dalam kegiatan sesi panel bertajuk How Universities are Shaping ASEAN’s Tomorrow dengan menghadirkan empat pimpinan institusi pendidikan terkemuka sebagai pembicara, Rabu (5/11) sore waktu setempat.
Dalam sesi panel tersebut membahas bagaimana kolaborasi, nilai-nilai, dan inovasi dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan di Kawasan. Hal ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) dan SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan).
Sesi tersebut menampilkan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr (HC) Ir Bambang Pramujati ST MScEng PhD, Wakil Presiden dan Wakil Rektor Sunway University Malaysia Prof Sibrandes Poppema, Wakil Presiden Ho Chi Minh City University of Technology Vietnam Dr Ly Thien Trang, serta Direktur Eksekutif QS Asia-Pacific Jeroen Prinsen. Masing-masing narasumber membagikan pandangannya mengenai bagaimana universitas dapat membentuk masa depan ASEAN melalui pendidikan, kewirausahaan, dan kerja sama regional.
Mewakili Indonesia, Rektor ITS menjelaskan bahwa ITS terus mendorong inovasi melalui pembentukan Science Technopark, tempat para peneliti dan mitra industri berkolaborasi di bidang teknologi maritim, otomotif, dan robotika. “Platform ini memberikan ruang bagi peneliti dan perusahaan untuk mengubah inovasi menjadi dampak nyata,” jelas Bambang.
Ia juga menyoroti program dana padanan (matching fund) dari pemerintah Indonesia yang memperkuat kemitraan antara universitas dan industry. Selain itu, juga mendukung mobilitas mahasiswa dan staf serta kolaborasi riset internasional. “Untuk ASEAN bisa maju, kita harus tumbuh sebagai satu komunitas pembelajar, yakni bersatu dalam kemanusiaan, lebih terhubung, dan lebih kolaboratif,” tegas Guru Besar Departemen Teknik Mesin ITS ini.
Sementara itu, Prof Sibrandes Poppema menekankan bahwa universitas tidak hanya harus membekali mahasiswa dengan keterampilan teknis (hard skills) dan interpersonal (soft skills), tetapi juga dengan nilai-nilai moral yang kuat. “Keterampilan mungkin bisa membawa anda mendapatkan pekerjaan, tetapi nilai-nilai menentukan kesuksesan jangka panjang anda,” ujarnya mengingatkan.
Ia juga menyoroti pendekatan Sunway University yang menanamkan integritas dan kerendahan hati sebagai dasar keberlanjutan karier. Sebagai universitas swasta yang tidak menerima pendanaan langsung dari pemerintah, Sunway membangun budaya kewirausahaan berkelanjutan dan pengabdian kepada masyarakat dengan dukungan berbagai inisiatif pemerintah Malaysia dalam kompetisi kewirausahaan. “Kolaborasi internasional merupakan kompetensi penting bagi akademisi dan institusi di masa depan,” tegasnya.
Dari Vietnam, Dr Ly Thien Trang menyoroti pentingnya penyelarasan pendidikan dengan prioritas nasional dan regional. Ia menjelaskan bahwa Ho Chi Minh City University of Technology mendorong kemitraan erat dengan industri dan mengintegrasikan kewirausahaan ke dalam kurikulum untuk mencetak pencipta lapangan kerja, bukan hanya pencari kerja. “Dukungan kebijakan sangat penting. Kami menyesuaikan program dengan strategi nasional, termasuk pemeringkatan universitas dan internasionalisasi,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa keberagaman dan inklusi merupakan bagian penting dari visi universitas untuk masa depan ASEAN. “Dulu, ketika berbicara tentang studi ke luar negeri, kita selalu memikirkan Eropa. Kini, kami ingin membangun dan merayakan para juara ASEAN,” imbuhnya. Diskusi yang dimoderatori oleh Jeroen Prinsen dari QS ini mencerminkan optimisme bersama bahwa universitas-universitas ASEAN kini bergerak melampaui persaingan menuju kolaborasi yang berfokus pada keberlanjutan, kewirausahaan, dan nilai-nilai kemanusiaan bersama. Para pembicara sepakat bahwa masa depan pendidikan tinggi di kawasan ini akan sangat bergantung pada kemampuan institusi untuk memanfaatkan energi kolektif dan kemitraan strategis dalam mendorong kemajuan berkelanjutan. Di akhir sesi, satu pesan menggaung dengan kuat, yakni masa depan ASEAN tidak akan ditentukan oleh batas-batas negara, melainkan oleh kolaborasi. (isa)
