More
    BerandaPendidikanMPLS 2025 Surabaya Usung Tema Sekolahku Rumahku, Guruku Orang Tuaku

    MPLS 2025 Surabaya Usung Tema Sekolahku Rumahku, Guruku Orang Tuaku

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 13 Juli 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa Timur mendorong seluruh wali murid di Kota Surabaya untuk mengantar anak-anak mereka ke sekolah pada hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) Tahun Ajaran 2025/2026. Ajakan ini sebagai bentuk komitmen memperkuat sinergi antara orang tua, sekolah, dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang layak anak.

    MPLS tahun ini mengangkat tema “Sekolahku Rumahku, Guruku Orang Tuaku”. Tema tersebut selaras dengan visi Kota Surabaya sebagai Kota Layak Anak (KLA), sekaligus menegaskan pentingnya peran keluarga dalam mendampingi proses pendidikan.

    Pengurus LPA Jatim, M. Isa Ansori menyampaikan bahwa tema ini lahir dari hasil pertemuan antara Dinas Pendidikan (Dispendik) Surabaya bersama para kepala bidang pendidikan, pengawas sekolah, Dewan Pendidikan, PGRI, hingga pemerhati pendidikan.

    “Mereka menyepakati bahwa pendidikan bukan semata urusan sekolah, melainkan kerja bersama antara keluarga, sekolah, dan pemerintah kota,” ujar Isa Ansori, Minggu (13/7/2025).

    Dalam semangat itu, Isa menekankan bahwa sekolah seharusnya menjadi rumah kedua bagi siswa. Dimana menjadi tempat anak-anak merasa aman, diterima dan dapat tumbuh sebagai pribadi berkarakter.

    “Sementara guru dianggap sebagai orang tua kedua, yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membimbing dengan kasih sayang dan keteladanan,” jelasnya.

    Isa menegaskan bahwa Kota Surabaya telah menunjukkan keberpihakan pada hak tumbuh kembang anak melalui kebijakan dan lingkungan belajar yang harmonis antara rumah, sekolah, dan pemerintah kota.

    “Karena itulah MPLS tidak boleh lagi menjadi ajang perpeloncoan atau formalitas belaka. MPLS harus menjadi ruang pertama yang menghangatkan, memeluk, dan memperkenalkan anak-anak kepada budaya belajar yang menyenangkan dan penuh nilai kemanusiaan,” tegasnya.

    Isa juga menggarisbawahi filosofi pendidikan ala Ki Hajar Dewantara yang selama ini menjadi pijakan arah kebijakan Pemkot Surabaya. Menurutnya, filosofi itu masih sangat relevan untuk diterapkan.

    “Nilai-nilai seperti ‘Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani’ menjadi dasar pembelajaran: guru memberi teladan, membangun semangat, dan mendorong kemandirian,” tutur Isa.

    Tak hanya itu, Kota Surabaya juga dinilainya sudah mulai menerapkan konsep mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning. Konsep ini diyakininya dapat menciptakan suasana belajar yang tidak hanya mencerdaskan, tapi juga membentuk hati dan karakter siswa.

    Untuk memperkuat kolaborasi antara rumah dan sekolah, Isa berharap kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi agar membuat kebijakan khusus. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong semua orang tua, baik Aparatur Sipil Negara (ASN), pekerja swasta, maupun pelaku UMKM, diberi keleluasaan mengantar anak mereka ke sekolah di hari pertama MPLS.

    “Kebijakan ini akan menjadi simbol kuat bahwa pendidikan anak Surabaya adalah urusan bersama, bukan hanya tanggung jawab guru,” ujar Kolumnis dan akademisi STT Multimedia Internasional Malang tersebut.

    Lebih dari itu, Isa bahkan menyarankan agar jam kerja instansi pemerintahan dan swasta diatur mulai pukul 09.00 WIB pada hari pertama MPLS. Ini diharapkan agar para orang tua memiliki cukup waktu untuk mengantar dan jika memungkinkan, menjemput anak-anak mereka.

    “Ini bukan soal presensi. Ini adalah soal membangun ikatan awal yang hangat antara anak dan sekolah, serta memperlihatkan bahwa di Surabaya, anak adalah prioritas utama,” ujar Isa.

    Dengan kebijakan tersebut, Isa meyakini Surabaya tidak hanya tampil sebagai Kota Layak Anak secara administratif, tetapi benar-benar menjadi kota yang berpihak secara nyata pada hak tumbuh kembang anak secara holistik.

    “MPLS bukan sekadar perkenalan. Ia adalah awal peradaban. Ia adalah panggung pertama di mana anak-anak Surabaya disambut dengan cinta, bukan tekanan. Ia adalah penegasan bahwa di kota ini, pendidikan bukan beban, melainkan harapan dan kebersamaan,” pungkas Isa. (nis)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru