Surabaya 25 Agustus 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Tren kuliner keliling bertemakan konsep mobile semakin marak di Indonesia, khususnya di kota-kota besar seperti Surabaya. Baru-baru ini, di media sosial viral nasi Padang keliling, layaknya kopi-kopi keliling yang keberadaannya lebih dulu menjamur. Tren yang dianggap sebagai hal baru oleh sebagian besar orang ini ternyata memiliki akar historis yang jarang diketahui oleh masyarakat. Termasuk sebagai solusi bagi pekerja di lokasi terpencil yang sulit untuk mendapat akses makanan. Tak hanya sebagai moda berjualan, tapi juga representasi budaya.
Guru Besar bidang Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR), Prof Dra Rachmah Ida MCom PhD menerangkan, tren makanan keliling atau ia sebut food trucks pada awalnya adalah upaya penjual untuk mampu menjangkau para pekerja yang tidak dapat menemukan tempat makan secara mudah.
“Konsep ini menurut saya bagian dari upaya untuk menjemput target market yang mereka inginkan. Mereka tahu ada orang-orang yang tidak bisa mobile, ada orang-orang yang bekerja tetapi di tempat kerjanya itu tidak ada lagi warung. Kalau sekarang itu kemudian berkembang food trucks itu ada di mana-mana,” terangnya.
Bukan Hal Baru
Menurut Pakar Komunikasi Digital itu, food trucks pada dasarnya bukanlah hal yang benar-benar baru. Ia menganalogikan tren ini sama halnya dengan pedagang-pedagang kaki lima yang sudah biasa berkeliling dan akrab dikenal oleh masyarakat sekitar, terutama Indonesia.
“Jadi sebenarnya yang dilakukan oleh food trucks itu atau mobile kuliner itu sama dengan pedagang-pedagang bakso yang di rumah kita. Pedagang tahu tek, pedagang tahu campur gitu ya yang jalan berkeliling. Tidak ada sesuatu yang baru sebenarnya, hanya sekarang mereka pakai mobil atau kendaraan yang lebih modern,” sebutnya.
Namun, terlepas dari inovasi tren ini, food trucks atau konsep semacam ini mampu menawarkan biaya operasional yang lebih rendah dan cenderung lebih efisien daripada restoran konvensional. Hal ini bahkan berpeluang menjadi keuntungan tersendiri bagi pelaku usaha.
“Bagi pengusaha sendiri pengusaha food trucks itu murah, ya. Jadi biaya operasionalnya tidak banyak. Kalau dia berada atau dia punya warung dia kena pajak, karena pajaknya masuk ke pajak bangunan, tapi food trucks itu tidak kena pajak dan dia mendapatkan income yang langsung. Itu sebuah keuntungan,” ujarnya.
Peran Media Sosial
Perkembangan tren kuliner keliling yang begitu pesat tidak terlepas dari peran media sosial yang begitu masif dalam menciptakan gelombang euforia atau antusias konsumen secara instan. Ia juga menjelaskan peran kreator konten yang kerap memviralkan pedagang tertentu, dapat mendatangkan massa dalam waktu yang sangat singkat.
“Karena itu media sosial itu memantik orang untuk mencari sesuatu. Media sosial membantu seolah-olah membangkitkan kembali food trucks itu revival of food trucks. Jadi semuanya karena media sosial. Luar biasa memang media sosial itu bisa membentuk subkultur baru pada masyarakat konsumen di Indonesia,” ucapnya. (far)