Surabaya 21 Mei 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Perkembangan teknologi keuangan digital yang begitu masif membawa berbagai kemudahan sekaligus tantangan bagi sistem keuangan nasional Indonesia. Salah satu inovasi yang tengah menjadi sorotan adalah WorldCoin, sebuah proyek token digital berbasis identitas biometrik yang didirikan oleh CEO OpenAI, Sam Altman. Namun, proyek ini kini dibekukan izin operasionalnya di Indonesia karena dianggap menyalahi ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.
Menurut Pakar Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Dr Imron Mawardi S P M Si, WorldCoin sebenarnya menawarkan teknologi yang inovatif dan memiliki potensi dalam transformasi keuangan digital.
“WorldCoin serupa dengan produk kripto lain yang secara teknologi memang bagus dan inovatif. Namun, masalah muncul karena regulasi terkait penggunaan kripto di Indonesia belum mengizinkan token digital tersebut sebagai alat pembayaran resmi,” ujarnya.
Lebih jauh, penggunaan teknologi biometrik seperti pemindaian iris mata yang diaplikasikan WorldCoin menimbulkan kekhawatiran soal transparansi dan perlindungan data pribadi. “Ada risiko data biometrik digunakan untuk tujuan lain, misalnya strategi pemasaran token. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian khususnya terkait regulasi dan perlindungan data,” kata Prof Imron.
Siapkah Sistem Nasional?
Mengenai kesiapan sistem keuangan nasional dalam menghadapi teknologi blockchain dan biometrik, Prof Imron menilai Indonesia sebenarnya sudah berada di jalur yang tepat. Ia mencontohkan, Bank Indonesia telah meluncurkan uang digital sendiri sebagai bukti kemajuan tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa kunci keberhasilan inovasi itu terletak pada regulasi yang ketat.
“Regulasi tersebut harus dirancang dengan melibatkan para ahli agar keamanan dan perlindungan konsumen dapat terjamin secara maksimal,” jelasnya
Manfaat dan Risiko
Dalam perspektif ekonomi digital, Prof Imron menegaskan bahwa meskipun WorldCoin dan token digital lain menjanjikan manfaat, saat ini risikonya masih lebih dominan. “Transaksi kripto di Indonesia sangat besar, tetapi karena belum diakui sebagai alat pembayaran resmi, penggunaannya lebih banyak bersifat spekulasi yang berisiko tinggi dan fluktuatif,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa hal ini dapat merugikan masyarakat terutama yang kurang memahami risiko dan bertransaksi dengan modal terbatas. Oleh karena itu, pentingnya regulasi yang mendukung penggunaan aset digital secara sah dan aman, serta keberadaan wadah resmi untuk transaksi guna melindungi masyarakat dari praktik penipuan.
Peran Regulator
Menyikapi fenomena itu, Prof Imron menyebut peran Bank Indonesia dan OJK sangat krusial. “Regulator harus proaktif mengatur dan menyiapkan regulasi jelas untuk teknologi keuangan baru, serta menyediakan infrastruktur resmi untuk transaksi aset digital,” tegasnya. Ia menyampaikan bahwa selama teknologi seperti WorldCoin sesuai dengan regulasi dan mampu memberikan manfaat nyata, token digital berbasis biometrik ini memiliki potensi besar menjadi pelengkap sistem keuangan digital Indonesia di masa depan. (far)