Surabaya 11 Juli 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Kota Surabaya terus mengembangkan potensinya sebagai global city melalui berbagai sektor, salah satunya pariwisata. Melihat potensi tersebut, tim mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Airlangga (UNAIR) meneliti implikasi urban tourism di Tunjungan terhadap ekonomi dan identitas budaya di Kota Surabaya. Penelitian ini berhasil mendapatkan pendanaan dari Kemendiktisaintek dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) 2025.
PKM merupakan kompetisi ilmiah antarmahasiswa se-Indonesia, yang nantinya akan bermuara pada PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional). Dalam kompetisi ini, mahasiswa UNAIR tergabung dalam tim yang diketuai Arvian Ijlal Adhipratama mengusung skema PKM Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH).
Dengan beranggotakan Nabila Aisyah Putri, Putu Sridhani Dewika Putri, M. Rizky Hanafi Tarigan, dan Michael Anggi Hutauruk, tim ini mengusung penelitian berjudul Implikasi Urban Tourism di Tunjungan terhadap Ekonomi dan Identitas Budaya Surabaya sebagai Global City dalam Mewujudkan SDGs 8 dan 11. Penelitian tersebut berada di bawah bimbingan Sarah Anabarja SIP MHubInt PhD, dosen departemen Hubungan Internasional FISIP UNAIR.
Urban Tourism, Global City, dan SDGs
Potensi kawasan Tunjungan sebagai sektor wisata, penggerak ekonomi lokal, sekaligus identitas budaya kota menjadi latar belakang penelitian Arvian dan tim. Kendati demikian, di balik potensi yang ada, urban tourism ini juga dapat menimbulkan risiko.
“Kami mengamati adanya fenomena ekspansi komersial yang mengancam warisan budaya setempat. Oleh karena itu, kami ingin meneliti dampak urban tourism di Tunjungan terhadap sektor ekonomi dan identitas budaya dalam konteks pencapaian SDGs 8 dan 11,” jelas Arvian.
Untuk diketahui, SDGs 8 bertujuan menciptakan pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, SDGs 11 bertujuan mewujudkan kota dan komunitas yang berkelanjutan.
Temuan Awal dan Kontribusi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif eksploratif dengan pendekatan interdisipliner hubungan internasional dan antropologi budaya. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara purposive terhadap akademisi, pelaku industri, wisatawan, masyarakat lokal, dan pemangku kebijakan, serta observasi partisipatif dan telaah literatur.
Hasil awal menunjukkan bahwa wisatawan Surabaya pada 2024 mencapai 18 juta orang. Namun, kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya 14,7 persen karena belum optimalnya sistem retribusi dan kurangnya sinergi pemerintah dengan pelaku lokal.
“Urban tourism di Tunjungan mencerminkan proses glokalisasi, yaitu perpaduan elemen global dan lokal. Identitas budaya Surabaya ditampilkan melalui revitalisasi bangunan kolonial, festival lokal, dan narasi historis yang berpadu dengan branding modern. Namun, ada risiko homogenisasi budaya akibat masifnya pariwisata,” papar Arvian.
Arvian menambahkan, tantangan terbesar timnya adalah mengelola perspektif narasumber yang beragam dan perbedaan pengalaman antaranggota tim. Namun, tim menyiasatinya dengan budaya kerja berbagi ilmu dan tugas.
“Harapannya, penelitian ini dapat menjadi referensi kebijakan untuk mendukung pariwisata berkelanjutan dan ekonomi inklusif di Surabaya sesuai SDGs 8 dan 11. Kami juga berharap temuan ini menginspirasi kawasan lain di Indonesia yang ingin memadukan pariwisata, budaya, dan pembangunan berkelanjutan secara harmonis,” pungkasnya. (far)