More
    BerandaPendidikanGuru Besar UNAIR Soroti Regulasi Wajib Penghormatan HAM dalam Bisnis

    Guru Besar UNAIR Soroti Regulasi Wajib Penghormatan HAM dalam Bisnis

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 1 Mei 2025 | Draft Rakyat Newsroom – Dekan Fakultas Hukum  Universitas Airlangga dikukuhkan menjadi guru besar pada Rabu (30/4/2025) di Aula Garuda Mukti, Kampus MERR-C  UNAIR. Prof Dr Iman Prihandono SH MH LLM PhD, UNAIR menyoroti urgensi mandatory Human Rights Due Diligence (mHRDD) sebagai upaya mendorong praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab terhadap hak asasi manusia (HAM).

    Melalui orasinya yang bertajuk Uji Tuntas HAM Secara Wajib Sebagai Instrumen Hukum Mewujudkan Praktik Bisnis yang Bertanggung Jawab, Prof Iman menyoroti kelemahan hukum internasional dalam menjangkau korporasi multinasional yang kerap beroperasi lintas negara tanpa akuntabilitas yang jelas terhadap HAM.

    Regulasi HRDD yang Abu Abu

    Ia menjelaskan meski sudah ada Prinsip-Prinsip Panduan PBB Bisnis dan HAM (UNGPs), sifatnya masih berupa soft law menyebabkan perusahaan tidak terikat secara hukum untuk mematuhinya.

    “Tanpa kewajiban hukum yang mengikat, korporasi cenderung mengabaikan langkah-langkah pencegahan pelanggaran HAM, dan ini menjadi hambatan besar dalam membangun rantai pasok yang adil dan berkelanjutan,” tegasnya.

    Lebih lanjut, ia menyingkap bahwa Indonesia belum memiliki regulasi yang mewajibkan mHRDD, padahal data Komnas HAM berupa aduan terhadap korporasi menduduki peringkat ketiga tertinggi. Dari 2.753 aduan yang diterima Komnas HAM pada 2023, sebanyak 412 berasal dari praktik bisnis yang berpotensi melanggar HAM.

    “Kasus gagal ginjal akut akibat obat sirup, skandal lingkungan PT Timah, hingga risiko sosial dalam industri baterai EV harus menjadi alarm bagi kita bahwa isu ini nyata dan mendesak,” jelasnya.

    Penerapan mHRDD

    Sembari menunggu peraturan yang mewajibkan mHRDD, perusahaan disarankan untuk memulai mengintegrasikan mHRDD pada bisnis operasinya sekaligus beradaptasi dengan ketentuan UNGPs. “Harapannya perusahaan dapat menjaga transparansi, jika menggunakan auditor maka tidak boleh mengendalikannya untuk menutupi dampak HAM yang telah teridentifikasi,” tuturnya.

    Tak hanya itu, dalam membentuk regulasi, pemerintah harus memastikan bahwa peraturan yang dibentuk tidak membuka ruang bagi perusahaan untuk melakukan ‘thinking the box’.

    “Pada intinya, peraturan mengenai mHRDD harus ditujukan untuk mengubah perilaku korporasi agar lebih menghormati HAM di seluruh rantai nilai.”

    Terakhir, menurutnya penerapan mandatory mHRDD akan bermanfaat besar tidak hanya bagi korban atau masyarakat, tetapi untuk perusahaan dan negara. Melalui mHRDD, perusahaan dapat mengidentifikasi risiko hukum lebih dini, meningkatkan transparansi, serta membangun reputasi global yang lebih baik.

    “Kepastian hukum melalui mHRDD akan menjadi daya tarik investasi berkelanjutan sekaligus menunjukkan political will yang kuat sebagai bagian dari visi Indonesia Emas 2045 ,” tambahnya.(far)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru