More
    BerandaPendidikanNaik Tarif Ojol, Pakar UNAIR Soroti Risiko Munculnya Masyarakat Miskin Baru

    Naik Tarif Ojol, Pakar UNAIR Soroti Risiko Munculnya Masyarakat Miskin Baru

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 11 Juli 2025 | Draft Rakyat Newsroom Pemerintah tengah mengkaji rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) dengan dalih meningkatkan kesejahteraan mitra pengemudi. Namun, kebijakan ini dinilai masih menyimpan tanda tanya besar. Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga,, Prof Dr Rossanto Dwi Handoyo Ph d, menilai kebijakan tersebut harus dilihat secara hati-hati karena menyangkut hajat hidup jutaan pekerja informal digital dan konsumen.

    “Perlu diklarifikasi dulu, apakah benar kenaikan tarif ini semata-mata demi kesejahteraan driver? Atau justru hanya memunculkan beban tambahan bagi masyarakat luas?” ujar Prof Rossanto.

    Menurutnya, pemerintah perlu lebih transparan dalam menjelaskan tujuan dan skema implementasi kebijakan. Sebab, dalam praktiknya, tidak ada jaminan bahwa setiap kenaikan tarif otomatis akan meningkatkan pendapatan pengemudi.

    “Idealnya, kita tidak hanya bicara soal kenaikan tarif, tapi tentang pendapatan minimum yang dijamin diterima oleh pengemudi per transaksi,” ungkapnya. “Kalau tidak diatur dengan sistem yang tepat, tarif naik pun belum tentu mensejahterakan driver. Malah bisa membebani konsumen.”

    Ancaman Munculnya Kemiskinan Baru

    Hal yang paling mengkhawatirkan, menurut Prof Rossanto, adalah potensi meningkatnya angka kemiskinan akibat pendapatan pengemudi yang tidak mencukupi kebutuhan dasar keluarga.

    “Pemerintah tentu tidak ingin muncul masyarakat miskin baru dari sektor ojol ini,” tegasnya.

    Sebagai ilustrasi, ia menjelaskan bahwa garis kemiskinan di Indonesia saat ini berada di kisaran Rp600 ribu per kapita per bulan. Jika satu keluarga terdiri dari empat orang, maka dibutuhkan minimal Rp2,4 juta per bulan untuk hidup layak. Jika seorang pengemudi ojol sebagai tulang punggung keluarga hanya memperoleh di bawah jumlah tersebut, maka secara statistik keluarga tersebut tergolong miskin.

    “Kalau driver ojol bekerja penuh waktu tapi pendapatannya tidak cukup untuk keluarganya, berarti sistemnya bermasalah. Ini bukan hanya soal efisiensi digital, tapi tentang keadilan ekonomi,” ungkapnya.

    Negara Tidak Boleh Abai

    Pakar ekonomi tersebut menegaskan bahwa negara harus aktif mengatur ekosistem ekonomi digital agar tidak menciptakan ketimpangan baru. Tanpa regulasi yang adil, digitalisasi bisa memperdalam jurang sosial ekonomi, terutama bagi kelompok pekerja informal seperti mitra ojol.

    “Kalau kita hanya menyerahkan pada mekanisme pasar, yang kuat akan semakin kuat. Negara harus hadir untuk menyeimbangkan,” ujarnya. Ia juga mendorong agar kebijakan ini tidak dilihat sebagai keputusan jangka pendek semata, melainkan bagian dari upaya membangun ekosistem transportasi digital yang inklusif, adil, dan berkelanjutan. (naf)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru