More
    BerandaUncategorizedPatenkan Proses Ekstraksi Biomaterial Rekonstruksi Tulang, Peneliti UNAIR: SemogaBermanfaat bagi Kemanusiaan

    Patenkan Proses Ekstraksi Biomaterial Rekonstruksi Tulang, Peneliti UNAIR: SemogaBermanfaat bagi Kemanusiaan

    Penulis

    Tanggal

    Kategori

    Surabaya 22 Maret 2023 | Draft Rakyat Newsroom-Hingga saat ini tingkat patah tulang (fraktur) akibat kecelakaan
    di Indonesia masih terbilang cukup tinggi. Operasi implantasi untuk penyembuhan dan
    rekonstruksi jaringan tulang pun kian banyak dibutuhkan. Melihat kondisi tersebut, tim
    peneliti UNAIR melakukan penelitian terkait proses produksi biomaterial guna mempercepat
    rekonstruksi jaringan tulang.
    Penelitian yang dinahkodai oleh Prof Junaidi Khotib SSi MKes PhD Apt itu menemukan
    bahwa nano-hidroksiapatit dari tulang sapi memiliki kemampuan yang efektif dalam
    merekonstruksi jaringan tulang manusia akibat fraktur. Berkat temuan itu, ia dan tim berhasil
    mengantongi hak paten pada Juli 2022 lalu.
    Nano-hidroksiapatit dan Keunggulannya
    Hidroksiapatit merupakan material yang terbentuk dari ikatan kimia yang kuat serta menjadi
    bagian dari tulang makhluk hidup. Biasanya, hidroksiapatit banyak digunakan dalam berbagai
    rekayasa kesehatan, seperti rekonstruksi jaringan tulang atau gigi yang patah. Dalam
    penelitian yang dilakukan oleh Prof Junaidi bersama tim, hidroksiapatit yang digunakan
    berasal dari tulang-tulang sapi.
    “Hidroksiapatit pada tulang sapi saat digunakan sebagai implan ternyata memberikan tingkat
    kesembuhan yang lebih cepat,” kata peneliti yang juga menjabat sebagai Dekan Fakultas
    Farmasi UNAIR itu.
    Berdasarkan penuturan Prof Junaidi, pertumbuhan tulang yang patah biasanya membutuhkan
    waktu selama 40-45 hari. Akan tetapi, saat sekrupnya diganti dengan hidroksiapatit, ternyata
    proses penyembuhan hanya membutuhkan waktu 28 hari.
    Seiring berjalannya penelitian, Prof Junaidi dan tim menemukan bahwa ukuran partikel
    hidroksiapatit dalam bentuk nano memiliki efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan
    ukuran mikro. Pasalnya, nano-hidroksiapatit bersifat mudah diserap, memiliki jumlah
    molekul banyak di permukaan, memiliki bioafinitas yang baik, serta mampu membantu
    proses integrasi tulang. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan tidak berhenti pada proses
    produksi hidroksiapatit saja, melainkan juga pada proses ekstraksi hidroksiapatit dari yang
    semula berukuran mikro menjadi nano.

    “Artinya, ada proses percepatan kesembuhan dengan pemberian hidroksiapatit itu. Dengan
    demikian, kita melakukan penelitian lebih jauh, yaitu dengan melakukan ekstraksi hingga
    menghasilkan nano-hidroksiapatit,” ujarnya.
    Lebih lanjut, Prof Junaidi menerangkan bahwa proses ekstraksi material hidroksiapatit mikro
    menjadi nano dilakukan dengan proses laboratorium yang sangat ketat. Proses itulah yang
    kemudian diajukan untuk mendapatkan hak paten.
    Perjalanan Penelitian
    Keberhasilan mendapatkan hak paten berkat temuannya tentu bukan hal yang mudah dan
    instan. Prof Junaidi mengaku bahwa ia bersama tim telah melakukan penelitian dan
    pengembangan sejak tahun 2007, tetapi saat itu pendanaan masih nihil.
    “Baru pada tahun 2017 kami mendapatkan pendanaan dari Kemenristekdikti. Pendanaan itu
    berlanjut terus hingga tahun 2019, sebelum akhirnya mandek pada tahun 2020 akibat
    pandemi Covid-19,” ujar dosen kelahiran Jombang itu.
    Sepanjang perjalanan penelitian itu, katanya, berbagai tantangan dan hambatan pun sempat ia
    hadapi. Hal itu terutama berkaitan dengan pengenalan produk dari proses ekstraksi, hingga
    peralatan yang seringkali mengalami trouble.
    “Tentu tidak mudah mengenalkan produk laboratorium ini karena masyarakat sudah terlanjur
    mengenal merk yang lama. Misalnya masyarakat sudah terbiasa dengan merk A, kemudian
    tiba-tiba beralih pakai produk hasil laboratorium, tentu saja butuh proses panjang,” ungkap
    peraih penghargaan Satya Lencana itu.
    “Kedua, terkait peralatan. Untuk proses ekstraksi nano hidroksiapatit itu membutuhkan pernis
    dengan suhu 1000∘C, jadi seringkali alatnya mengalami trouble,” imbuhnya.
    Dengan dipatenkannya proses ekstraksi nano-hidroksiapatit ini, Prof Junaidi berharap produk
    yang dihasilkan dapat dihilirisasi dalam skala industri. Melalui hilirisasi tersebut diharapkan
    masyarakat dapat terbantu baik secara akses produk maupun ekonomi. Dengan demikian,
    misi riset yang berdampak pada kemanusiaan juga turut tercapai.
    “Harapan kami tentu bila produk ini bisa dihilirkan dalam skala industri tentu ini bisa
    membantu masyarakat. Contoh hidroksiapatit yang nano itu kalau dijual tidak lebih dari
    Rp50.000, tetapi kalau di pasaran itu bisa mencapai Rp400.000. Jadi, ya, harapannya semoga
    bisa bermanfaat untuk kemanusiaan lagi,” pungkasnya. (br)

    TINGGALKAN KOMENTAR

    Silakan masukkan komentar anda!
    Silakan masukkan nama Anda di sini
    Captcha verification failed!
    Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!

    Artikel Terbaru